GOING HOME #3: I FINALLY MET HIS PARENTS!

4:49 AM


29 Oktober 2020.
I met your parents for the first time.

Gugup, takut, dan khawatir.
Khawatir atas semua kemungkinan-kemungkinan buruk dalam pikiranku yang mungkin belum tentu terjadi. "Bagaimana kesan mereka terhadapku? Bagaimana tanggapan, persetujuan, komentar atas aku yang mungkin hanya mereka lihat sebatas social media, cerita pihak ketiga, dan suara dalam telfon yang tidak cukup lama?"

A portrait of myself that might be good in public could have been debunked at that first meeting.

Ketakutan terbesarku jujur lebih kepada gaya berbicaraku yang mungkin saja dianggap tidak terlalu sopan. Melihat caranya berbicara dengan orang tuaku yang sangat sopan dalam budaya kami atau secara sederhana "njowo", memunculkan insecurity lainnya, yaitu krama. Aku mungkin besar di kota yang sama dengannya, Gresik. Namun, dalam keseharian aku berbicara dalam bahasan campuran Jawa - Bahasa, secara spesifik Jawa Surabaya yang sudah pasti sedikit "kasar". Ironinya, bahkan untuk berhitung seluruh angka dalam bahasa jawa saja aku terkadang mendapatkan kesulitan.

He said, "Just be yourself! Ga akan kehabisan topik kok."
Ucapan dia kepadaku berulang kali, meskipun pada akhirnya aku baru mengetahui bahwa ketika aku menunjukkan kecemasan seperti itu justru membuatnya gugup haha.

Honestly, I'm socially awkward. Aku mungkin sudah mengatakan ini berulang kali. Jika kalian mengira aku typical orang yang mudah bergaul dan humble, sampai-sampai berharap melihat aku menyapa orang lain pertama, kalian salah besar. I'm shy, awkward, and weird. Keterbukaan hanya terjadi ketika aku sangat dekat dengan orang tersebut. It means I truly trust you. 

Fun facts, sebelum pertemuan itu orang-orang terdekatku tidak ada hentinya mengingatkan banyak hal yang harus aku perbaiki, termasuk ibuku. Every time I stood up, someone would pat me on the back bacause of my hunched posture. Likewise with the way I walked which people thought I was not feminime at all.

Dalam perjalanan menuju rumahnya saja, aku panik bukan main dan bahkan meminta dia untuk berputar lebih jauh sebelum tiba ke rumahnya hanya untuk mengulur waktu.

Tiba di rumahnya, mamanya membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Jujur, disitu rasanya ingin lari keluar pulang ke rumah saking takutnya. Tampak lengkap di depan mata, kedua orang tuanya, nenek, dan adiknya hadir di ruang tamu itu. Surprisingly, mereka sangat terbuka dan ramah. Kebetulan ayahnya cukup mengenal ayahku yang memang bekerja di perusahaan yang sama. So everything went well. I was relieved but sadly, there is no photos we took at that timešŸ˜”

I was such a happy kid days after that. 
Bahkan sampai hari ini *blushing*

A reader said to me about our relationship and I started to understand the meaning about her statements: "Ada salah satu pihak yang memang mempertahankan hubungan ini semaksimalnya. Ada juga yang selalu berusaha memahami."

Here are some snippets of my last holiday in my hometown:







The day I post this is actually our 9th anniversary.
It's been a long journey, TšŸ’™

DAS





You Might Also Like

0 comments