Gugup, takut, dan khawatir.

Khawatir atas semua kemungkinan-kemungkinan buruk dalam pikiranku yang mungkin belum tentu terjadi. "Bagaimana kesan mereka terhadapku? Bagaimana tanggapan, persetujuan, komentar atas aku yang mungkin hanya mereka lihat sebatas social media, cerita pihak ketiga, dan suara dalam telfon yang tidak cukup lama?"

A portrait of myself that might be good in public could have been debunked at that first meeting.

Ketakutan terbesarku jujur lebih kepada gaya berbicaraku yang mungkin saja dianggap tidak terlalu sopan. Melihat caranya berbicara dengan orang tuaku yang sangat sopan dalam budaya kami atau secara sederhana "njowo", memunculkan insecurity lainnya, yaitu krama. Aku mungkin besar di kota yang sama dengannya, Gresik. Namun, dalam keseharian aku berbicara dalam bahasan campuran Jawa - Bahasa, secara spesifik Jawa Surabaya yang sudah pasti sedikit "kasar". Ironinya, bahkan untuk berhitung seluruh angka dalam bahasa jawa saja aku terkadang mendapatkan kesulitan.

He said, "Just be yourself! Ga akan kehabisan topik kok."

Ucapan dia kepadaku berulang kali, meskipun pada akhirnya aku baru mengetahui bahwa ketika aku menunjukkan kecemasan seperti itu justru membuatnya gugup haha.

Honestly, I'm socially awkward. Aku mungkin sudah mengatakan ini berulang kali. Jika kalian mengira aku typical orang yang mudah bergaul dan humble, sampai-sampai berharap melihat aku menyapa orang lain pertama, kalian salah besar. I'm shy, awkward, and weird. Keterbukaan hanya terjadi ketika aku sangat dekat dengan orang tersebut. It means I truly trust you. 

Fun facts, sebelum pertemuan itu orang-orang terdekatku tidak ada hentinya mengingatkan banyak hal yang harus aku perbaiki, termasuk ibuku. Every time I stood up, someone would pat me on the back bacause of my hunched posture. Likewise with the way I walked which people thought I was not feminime at all.

Dalam perjalanan menuju rumahnya saja, aku panik bukan main dan bahkan meminta dia untuk berputar lebih jauh sebelum tiba ke rumahnya hanya untuk mengulur waktu.

Tiba di rumahnya, mamanya membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Jujur, disitu rasanya ingin lari keluar pulang ke rumah saking takutnya. Tampak lengkap di depan mata, kedua orang tuanya, nenek, dan adiknya hadir di ruang tamu itu. Surprisingly, mereka sangat terbuka dan ramah. Kebetulan ayahnya cukup mengenal ayahku yang memang bekerja di perusahaan yang sama. So everything went well. I was relieved but sadly, there is no photos we took at that time😔

I was such a happy kid days after that. 

Bahkan sampai hari ini *blushing*

A reader said to me about our relationship and I started to understand the meaning about her statements: "Ada salah satu pihak yang memang mempertahankan hubungan ini semaksimalnya. Ada juga yang selalu berusaha memahami."

Here are some snippets of my last holiday in my hometown:

The day I post this is actually our 9th anniversary.

It's been a long journey, T💙

This is a hot topic which I will discuss in this platform.

As you all know, I really love Emma Chamberlain. Yes, she is a 19-year-old girl, a YouTuber, a fashion icon, and a business woman. She grew up in San Francisco and now she is currently living in LA, in her huge mansion. How great is that. Emma is a YouTuber who I consider to be one of several other YouTubers who is unproblematic and behave naturally as she is in front of the camera. I mean, have you ever seen someone that farts loudly and belches so often in front of the camera and not cut off that part? lol. The concept of her video is not as beautiful as other YouTubers who are quite aesthetic and conceptual, instead she just records anything spontaneously and it's fun to watch. Honestly, there are so many things I can learn from this 19-year-old girl.

Three days ago, just like her usual days, Emma posted a photo taken from the film camera of her best friend, Olivia Rouyre. She posed silly as usual. When I saw this post, one thing that crossed my mind was "Wow, it's so cool. I will try it but using disposable effect on my apps, instead"

 

Everything was fine until today, June 21, 2020, precisely on Father's Day, Emma again posted a photo of her with her father. When I casually saw the comments column on the post, I was quite surprised by the words of people who want to hear an apology from Emma for the previous post. My spirit of curiosity arose and I immediately scrolled one photo below the post, which was a photo taken by Olivia Rouyre. When I read the comments on the post, I suddenly felt sick and could not understand the thoughts of today's society. How can you feel offended with a photo which someone pull at their eyes"?

Long story short, many people felt offended and thought that Emma was racist and mocked the Asian People by posing deliberately pull at her eyes like having slanted eyes. As far as I know, this is a trend in Tiktok, the Fox Eye Challenge which people shaving their eyebrows to resemble Kendall Jenner and Bella Hadid. It's just a look, not a mockery of Asian people.

I scratched my head while reading this. What a sensitive world we live in. I understand that this coincides with the "Black lives matter" moment that is being fought for and voiced by many people, including Emma. In fact, Emma is actively opening donations and petitions on her platform. This fact really bothered me that the comments were not fully said by the Asian People, but the white people and fake accounts also commented and asked Emma to apologize for the post. Why do you force someone who is even very gray to be called wrong? Do you agree with me that young people are too sensitive there days?

Speaking about the sensitive attitude of the younger generation, a director from the University of Kent once explained that "When young people arrive at university, they may be physically mature but they are not as adults - mentally and emotionally - as previous generations were," and I agree with that 100%. Our generation seems to be easily spoiled. Previous generations had problems that might dwell on money. They were busy working more than 15 hours a day just to get a serving of rice to eat so they wouldn't starve and their families could survive. But now, I feel that such problems have diminished. We are much better physically, and the community's economy is starting to improve until finally the current generation has more time to think more about feelings and emotions. We live in a time when we always have to be careful of everything we say, even if it's trivial matter. For example, when you meet a friend who is very talented and you praise him, it is not impossible that it can causes jealousy from other friends who feel not special because they do not have that talent. This fact sometimes makes us reluctant to offer praise for something special and indirectly reduces the motivation of people with special talents to try hard to develop it. It is same with racism. There is a thin line making it difficult to distinguish between speaking the truth, speaking our opinion, and taunting someone purely for being racist.

In Emma's case above, I personally consider that this is only a matter of misinterpretation. This incident happened because there was an opportunity for people who might hate Emma to make her completely canceled. There's no way for Emma posted something racist on her platform. A sane person would not act stupid things like that. There is not even a fact explaining in detail about racism that she did, even in the written caption. She just posed pulling at her eyes and that's it. It is important for everyone to understand the ethics of how to debate and challenge ideas that they are disagree with. In conclusion, I think a positive attitude and thinking about everything and eliminating bad prejudice are the key to this problem. 

Artikel kali ini mungkin postingan pertama aku membahas mengenai makeup-related topics. Honestly, I'm not a makeup junkie at least for now. Daily make up yang aku gunakan hanya sebatas liptint dan syukur-syukur jika ada sedikit niat, alis dan maskara terlihat berbentuk dari biasanya haha.

Kondisi pandemi saat ini yang mengharuskan kita berkeja dari rumah (WFH) secara tidak langsung membuat aku memulai untuk sedikit explore mengenai make up. Not a heavy makeup, I only started with the liptint. Aku bukan penggemar lip product berupa lipstick dan lip matte. Selain membuat bibir kering, kedua produk tersebut terkesan heavy dan kurang nyaman jika diaplikasikan, no matter what the brand is. Itulah mengapa bisa dikatakan liptint seperti the only product yang aku gunakan selama ini. Mungkin jika kalian melihat perempuan dengan koleksi lipstiknya, sebelum pandemi ini aku hanya punya satu produk yang tidak pernah bertambah ataupun berkurang, di samping lipbalm, my forever holy grail product: Wardah Liptint No. 1.

Akhir-akhir ini aku cukup tertarik untuk mencoba ombre lips namun tetap menggunakan liptint. Hingga akhirnya seminggu yang lalu aku menemukan Innisfree Vivid Cotton Ink ini. Jujur, pada awalnya sedikit ragu untuk membeli produk ini. Sesuai namanya, vivid cotton ink, texture wise dia velvety dengan konsistensi yang cukup thick namun ringan, lembut, dan memberikan efek blurry pada bibir. Meanwhile, aku pribadi penggemar terberat water liptint dengan tekstur cair dan cepat meresap di bibir, sehingga ringan dan jauh lebih nyaman ketika digunakan.

Setelah 4 Jam Penggunaan

1. Harga cukup terjangkau (less than Rp 100.000).
2. I love the applicator! bentuknya lebar dan pipih di kedua ujungnya, sehingga bisa menampung lebih banyak produk untuk sekali ambil. 
3. Covering power cukup oke untuk ukuran liptint.
4. Tidak membuat kering.
5. Wide shade range dengan warna yang soft dan wearable untuk sehari-hari.

1. Definitely not transfer proof, sehingga perlu untuk reapply terutama ketika setelah makan atau minum.

Mengingat saat ini PT Hutama Karya (Persero) membuka kembali rekrutmen Management Trainee dan terdapat cukup banyak pihak yang menanyakan tahapan proses rekrutmen ini, so it does make sense apabila aku menjabarkan hal tersebut di platform ini. 

Disclaimer: Penjelasan ini berdasarkan pengalaman tahapan yang aku lalui bulan April 2019 lalu. Sehingga tidak menutup kemungkinan apabila terdapat perbedaan tahapan pada rekrutmen tahun ini dengan tahapan rekrutmen pada tahun sebelumnya.

Beberapa tahapan yang aku lalui pada proses rekrutmen Management Trainee PT Hutama Karya (Persero) tahun 2019 lalu adalah sebagai berikut:

1. Administrative Selection

Seperti pada perusahaan lainnya, proses rekrutmen pasti diawali dengan seleksi administratif dimana pada tahap ini kamu perlu melakukan pengisian informasi dan kelengkapan dokumen yang diperlukan. Informasi-informasi yang perlu dilengkapi kurang lebih meliputi data diri pribadi, keluarga, latar belakang pendidikan, pengalaman pekerjaan, achievement, lokasi tes dan lain sebagainya. Pun dengan lampiran yang perlu diunggah seperti KTP, akta kelahiran, ijazah, transkip nilai, TOEFL certificate, dan sertifikat achievement lain yang dimiliki.

2. Online Test

Sekitar dua minggu dari proses administrasi jika memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan, pengumuman hasil seleksi keluar dan disampaikan baik melalui email yang didaftarkan maupun website rekrutmen Hutama Karya. 

• Penting untuk diingat pada tahap ini untuk selalu membaca instruksi tes dengan teliti dan tidak melewatkan informasi penting yang ada, baik itu mengenai teknik pengerjaan maupun alokasi waktu yang sediakan. Terdengar sepele namun seringkali menjadi masalah ketika tes selesai dilakukan.
• Pastikan koneksi internet stabil.  Cari tempat yang nyaman dan siapkan segala perlengkapan yang memang dirasa diperlukan, seperti kertas, pen, dsb.
• Jangan terlalu fokus pada satu soal. Make your own strategy to allocate your time. 

As we all know, COVID-19 outbreak dominates our news and worries. Feelings of fear and anxiety over conditions that might just get worse. We are afraid of things not seen. We prevent but there is a feeling of being unsure whether what was done is right. Will it be contained?

The world is currently in chaos.

Some people say that Corona Outbreak is something big that has been planned. A handful of people were surprised to see that this had been predicted by both The Simpson and Akira written in the 80s.

Regardless of all these conspiracies, the positive thing is that we are becoming more aware and practicing really good hygiene than our version late last year, especially me.

The existence of coronavirus which has now become a pandemic creates concern for most people. I google all the things I need to do and update the daily news. Some habits also gradually began to change. One of them in terms of cleanliness which is a top priority at this time. I mop the floor of my room daily, literally every damn day. I clean the dust in the corner and that sort of things. Besides that, I add some items in my pouch too. Not only beauty items such as lip balm, bandage, lip gloss, and face paper, but also sanitizer. One is not enough. I have two: one for my hands, and the other one for the toilet. I wipe everything. The last thing necessary about practicing good hygiene is to wash our hands for at least 20 seconds to prevent the virus from entering our body via our mucous membrane. In other words, try to avoid touching our face, mouth, nose, or eyes.

Being clean now is a must. Being respectful towards other people is an obligation. I wear mask when I feel sick and try to not affect other people. I also keep a distance from people who are coughing or showing symptoms. However, that habit without us realizing causes quite disturbing conflict. People will think that we are being selfish and disrespectful because we act reflexively like closing our nose and keeping our distance. The mindset becomes reversed. We keep our distance not because we think that the person has coronavirus but we just try to prevent it. Those are two different things. At times like this, it is imperative to get rid of bad thoughts and try to respect whatever people do to make them feel comfortable. Again, the world today is full of uncertainties and we are trying to survive.

Other things that change are the foods that I consume. It is about my diet. I do eat junk food a lot. Fried chicken with sambal matah, deep fried banana crispy, and almond croissant are still amazing. However, right now I am trying to reduce it. Here are things that I add or change to my diet recently:

1. Water

Perawatan kulit belakangan ini menjadi suatu hal prioritas tidak hanya bagi kaum wanita tetapi juga bagi pria. Perawatan kulit penting dilakukan baik dari luar melalui penggunaan skincare dan treatment dan dari dalam melalui pola diet sehari-hari serta konsumsi supplement tambahan yang memang diperlukan. 

Berbicara mengenai skincare merupakan hal yang cukup menarik. Menarik karena skincare menjadi sangat booming dan berhasil meraup target pasar yang sangat luas belakangan ini. Meskipun skincare sudah ada sejak lama, namun pengenalan multiple step skincare rupanya telah mengubah horizon knowledge semua orang mengenai pentingnya skincare termasuk aku pribadi. Pendefinisian manfaat dan kegunaan atas masing-masing jenis skincare membuat setiap orang menjadi aware atas pentingnya merawat diri. Every girls demands a good quality of skin.

Skincare yang aku gunakan sehari-hari saat ini cukup sederhana apabila dibandingkan dengan Korean skincare yang sangat gencar sekarang ini. I have a super sensitive skin. You might notice that I often have a red skin. Terlebih ketika aku mencoba skincare baru, kurang dari satu jam kemerahan, gatal, dan jerawat secara otomatis muncul apabila produk tersebut tidak cocok di kulitku. I've done research about my skin type so many times. Believe it or not, aku bahkan membuat jurnal di notebook untuk summarize semua informasi terkait kulit melalui free journal yang ada di internet. Kondisi kulitku sangat rumit, karena tidak hanya sensitif, tetapi secara spesifik tipe kulitku adalah oily sensitive acne prone skin yang mana hal ini membuat aku harus ekstra picky untuk memilih produk yang tepat. Key points dari mini research yang aku lakukan adalah semakin minimalis dan sederhana produk yang digunakan maka semakin baik. Namun, itu juga tidak menjadi hal yang mudah.

Selama satu tahun lebih aku mengaplikasikan two steps skincare hanya dengan cleanser dan moisturizer/sunblock sehari-hari. Cleanser yang aku gunakan pada saat itu Cetaphil gentle cleanser. Teksturnya watery, bening, dan tidak berbusa. Sedangkan untuk moisturizer aku menggunakan Papulex. Papulex ini memiliki tekstur creamy berwarna putih namun cepat meresap ke dalam kulit dan tidak meninggalkan kesan sticky di kulit. It was good but it was just decent. Namun, yang terpenting bagiku pada saat itu adalah kedua produk itu tidak membuat kulitku menjadi lebih buruk.

Aku hanya menggunakan dua produk tersebut selama setahun dan berpikir bahwa aku membiarkan kulitku detox selama waktu tersebut. Pada waktu tertentu tiba-tiba wajahku kembali beruntusan yang sangat banyak (literally covering up my whole face lol) dan sampai akhirnya ibuku menyarankan untuk pergi ke salah satu dokter kulit di Gresik, Dr. Indah. Ada perasaan ragu mengingat aku sudah setahun lebih tidak menggunakan perawatan apapun dan berharap untuk free dari perawatan dokter. Akan tetapi, setelah konsultasi dengan dokter mengenai kondisi kulitku, aku mengetahui bahwa kunci perawatan yang harus aku lakukan adalah facial treatment. Mengingat wajahku super oily dan mudah berkomedo, maka penting bagiku secara rutin melakukan ekstraksi komedo melalui facial disamping diimbangi dengan pemilihan skincare non comedogenic. Aku terkadang harus menggunakan dua sheet face paper untuk sekali mengurangi kelebihan minyak di wajah lol.

Sejak saat itu aku memutuskan untuk kembali pada perawatan dokter. I even cannot use a random sheet mask or just a mask in general on my face. It usually makes my face burn and itchy all of sudden. What a struggle! Perawatan dari dokter hanya sebatas milk cleanser, cleanser, toner, sunblock, dan krim malam. I never use a makeup. Again, it makes my skin hella itchy. Di samping skincare tersebut, aku juga secara rutin meluangkan waktu untuk facial di klinik. Tidak spesifik pada klinik tertentu, aku seringkali berpindah tempat tergantung lokasi yang terdekat pada saat itu. Yang terpenting facial harus pada klinik kecantikan dan harus ada proses ekstraksi di dalamnya cause it's the only way to make my skin looks better and to get rid of blackhead and whitehead on my face.

Beberapa waktu yang lalu aku mencoba untuk melakukan treatment dermaoxy facial di klinik Gloskin Tebet yang terletak di Ruko Grand Soepomo, Jalan Prof. DR. Soepomo No. 73 A, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Sebelum datang kesana kita perlu terlebih dahulu melakukan appointment baik melalui whatsapp maupun telepon secara langsung. Setibanya di sana perawat akan menawarkan minuman yang nanti akan dibawa selama proses treatment. Tempatnya cukup nyaman, tenang, dan dokternya cukup informatif dalam menjelaskan kondisi kulitku. Diawali dengan scan wajah (scan analyzer) untuk melihat keseluruhan kondisi kulit mulai dari usia kulit, kelembapan, kadar minyak, flek, maupun kerutan. Dari hasil tersebut, dokter kemudian akan merekomendasikan treatment apa yang cocok untuk kondisi pasien. Namun, tidak perlu khawatir dokter akan menjelaskan harga dari masing-masing treatment dan menanyakan kesediaan pasien untuk treatment tersebut. Soal harga bagi aku pribadi masih cukup standar seperti klinik kecantikan lainnya.

1.  Cleansing 
2.  Massage wajah, leher, dan badan bagian atas
3.  Steaming
4.  Dermabrasion
5.  Extraction 
6.  HF
7.  Mask
8.  Oxygen Spray
9.  Krim anti iritasi

"There is something about holiday that isn't all about how much money you spend" - 

Hilarie Burton, American Actress and Producer.

-- 

Happy.
That is the only word I could think about right now writing this to be posted.
I am suck in writing such a beautiful moment. Unless a bad experience hits me so bad, I only need 2-5 minutes to write it down and post it right away.

This post should be posted in the New Year. It has been in my draft forever.
I do not know what words to say, what words to describe how incredible it was when I was at home.
Despites of all of those thoughts, I rather choose to keep it by myself.
In my own memories.
In my own head.
I left it to smile at the end of the day.

It is a mix feeling of clueless, speechless, happy, quiet, and relieved.
Relieved for a moment before it strikes back.

Snippets for you to see the glimpse of my happiness:

Could you see it?

--

DAS